Sabtu, 02 Desember 2017

MAKALAH PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.         Latar Belakang Masalah
Pendidikan bukan sekedar mengajarkan atau mentransfer pengetahuan, atau semata mengembangkan aspek intelektual, melainkan juga untuk mengembangkan karakter, moral, nilai-nilai dan budaya serta didik. Dengan kata lain, pendidikan adalah membangun budaya, membangun peradaban, membangun masa depan bangsa. Karena itu, untuk meningkatkan harkat dan martabat sebuah bangsa pada era global ini, tidak ada jalan lain kecuali dengan meningkatkan kualitas pendidikan.
Berbicara tentang pendidikan, kita tidak bisa lepas dari pada tenaga pendidik itu sendiri.Agar bisa menjadi tenaga pendidik yang baik dan profesional.Di samping mempunyai atau memiliki ilmu dan seni dalam mendidik, seorang pendidik itu harus memiliki wibawa (gezag). Syarat mutlak dalam pendidikan ialah adanya kewibawaan pada si pendidik . tanpa kewibawaan itu, pendidik tidak berhasil baik.
Kewibawaan atau gezag bertujuan untuk membawa anak kea rah kedewasaan. Secara berangsur-angsur anak dapat mengenal nilai-nilai hidup atau norma-norma dan menyesuaikan diri dengan norma-norma itu dalam hidupnya.
Tetapi haru diingat, si anak kita didik bukan saja dengan hak, melainkan dengan kewajiban, membawa dirinya ke satu tingkatan untuk dapat berdiri sendiri, jadi anak menurut bukan karena si pendidik, melainkan karena norma-norma dan nilai-nilai dalam pribadi si pendidik.
B.        Rumusan Masalah
Dalam makalah yang di buat penulis ini, akan dijelaskan secara rinci mengenai:
1.        Definisi gezag,
2.        Macam –macam gezag
3.        Fungsi gezag,
4.        Gezag dan penggunaannya
5.        Kewibawaan dalam pendidikan
6.        Identifikasi kewibawaan
7.        Beda gezag dalam pendidikan
C.        Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan, untuk membuka wawasan dan pengetahuan serta bertujuan agar para mahasiswa dapat mengetahui dan memahami bagaimana konsep gezag (kewibawaan) dalam pendidikan.











BAB II
PEMBAHASANN
A.        Definisi Gezag
Gezag berasal dari zeggen yang berarti “berkata”. Siapa yang perkataannya mempunayi kekuatan mengikat terhadap orang lain, berarti mempunyai kewibawaan/gezag terhadap orang lain.
Gezag atau kewibawaan itu pada orang dewasa, terutama pada orang tua. Dapat dikatakan bahwa kewibawaan yang ada pada orang tua (ayah dan ibu) itu adalah asli. Orang tua dapat langsung mendapat tugas dari Tuhan untuk mendidik anak-anaknya. Suatu hak yang tidak dapat dicabut karena terikat oleh kewajiban. Hak dan kewajiban yang ada pada orang tua itu keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan.
Gezak merupakan syarat yang harus ada pada pendidik dank arena pendidikan untuk membawa anak didik kepada kedewasaan, maka kewibawaan itu termasuk alat pendidikan.
Langeveld menyatakan bahwa pendidikan yang sungguh-sungguh baru dapat diberikan setelah anak itu mengenal akan kewibawaan, kira-kira anak berumur tiga tahun.
Sebelum umur tiga tahun anak seperti diberi semacam paksaan atau dressuur tetapi paksaan yang diberikan kepada anak yang masih sangat kecil itu ditujukan kepada kedewasaan anak, maka paksaan yang diberikan kepada anak yang masih kecil sekali itu disebut pendidikan pendahuluan bukan dressuur.
Gezag dalam pendidikan merupakan pengakuan dan penerimaan secara sukarela tergadap pengaruh atau anjuran yang dating dari orang lain, jadi pengakuan dan penerimaan pengaruh atau anjuran itu adalah atas dasar keikhlasan, atas dasar kepercayaan yang penuh, bukan didasarkan rasa terpaksa serta rasa takut akan seuatu..
Gezag dikatakan sebagai syarat mutlak dalam pelaksanaan pendidikan karena gezag merupakan syarat yang tidak boleh ditawar-tawar lagi, syarat yang tidak boleh tidak ada. Oleh karena apabila pengakuan dan penerimaan anjuran-anjuran dari pendidik itu tidak berdasarkan adanya kewibawaan dalam pendidikan, jadi anak menuruti anjuran-anjuran itu hanya berdasarkan rasa takut akan sesuatu, berdasarkan akan rasa terpaksa, sehingga akhirnya anak tidak menyadari akan makna dan pentingnya anjuran-anjuran itu, maka sulitlah baginya untuk dapat berdiri sendiri, untuk mencapai tingkat kedewasaan sebab berdiri sendiri berarti mampu untuk berbuat atas pilihannya sendiri, ditentukan sendiri, dan diputuskan sendiri.
B.        Macam-macam Gezag
1.        Kewibawaan pemimpin
Seperti kewibawaan pemimpin organisasi, baik organisasi politik atau organisasi masa, kewibawaan kepala kantor atau kepala sekolah. Kewibawaan tersebut karena jabatan atau kekuasaan.
2.        Kewibawaan keistimewaan
Seperti kewibawaan seseorang mempunyai kelebihan atau keunggulan dibidang tertentu.
a.        Kelebihan dibidang ilmu pengetahuan, baik umum maupun agama,
b.        Kelebihan di bidang pengalaman, baik pengalaman hidup maupun pekerjaan,
c.        Kelebihan dibidang kepribadian, naik di bidang akhlak maupun sosial,
d.        Kelebihan di bidang harta, baik harta tetap maupun harta berpindah,
e.        Kelebihan di bidang keturunan yang mewarisi karisma leluhurnya.
3.        Kewibawaan lahir
Kewibawaan lahir adalah kewibawaan yang timbul karena kesan-kesan lahiriah seseorang, seperti : bentuk tubuh yang tinggi besar, pakaian lengkap dan rapi, tulisan yang bagus, suara yang keras dan jelas, akan menimbulkan kewibawaan lahir.
4.        Kewibaaan batin
Adalah kewibawaan yang didukung oleh keadaan batin seseorang seperti :
a.        Adanya rasa cinta
Kewibawaan itu dapat dimiliki oleh seseorang, apabila hidupnya penuh kecintaan dengan atau kepada orang lain.
b.        Adanya rasa demi kamu
Demi kamu atau you attitude yaitu sikap yang dapat dilukiskan sebagai suatu tindakan,  perintah atau anjuran bukan untuk kepentingan orang yang memerintah, tetapi untuk kepentingan orang yang diperintah, menganjurkan demi orang yang menerima anjuran, melarang juga demi orang yang dilarang.
c.        Adanya kelebihan batin
Seorang guru yang menguasai bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya, bisa berlaku adil dan obyektif, bijaksana, merupakan contoh-contoh yang dapat menimbulkan kewibawaan batin.
d.        Adanya ketaatan terhadap norma
Menunjukan bahwa dalam tingkah lakunya dia sebagai pendukung norma yang sungguh-sungguh, selalu menepati janji yang pernah dibuat, disiplin dalam hal-hal yang telah digariskan.

C.        Fungsi Gezag
Pendidikan itu terdaat dalam pergaulan orang dewasa dengan anak-anak (belum dewasa).Sebab pergaulan antara orang dewasa sesamanya, orang menerima dan bertanggung jawab terhadap pengaruh-pengaruh pergaulan itu.
Satu-satunya hal yang dapat dinamakan pendidikan adalah pengaruh yang menuju kekedewasaan anak, sehingga ia patuh dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Tidak setiap macam tunduk atau menurut terhadap orang laindapat dikatakan “tunduk terhadap perbawa pendidikan”Dalam hal ini langeveld menjelaskan:
1.        sikap menurut atau mengikut (volgen), yaitu mengakui kekuasaan orang lain yang lebih besar karena paksaan, takut, jadi bukan tunduk yang sebenarnya.
2.        Sikap tunduk atau patuh (gehoorzamen), yaitu dengan sadar mengikuti kewibawaaan, artinya menagkui hak pada oranng lain untuj memerintah dirinya, dan dirinya merasa sendiri terikat akan memenuhi perintah tersebut.
Dalam hal terakhir terlihat fungsi kewibawaan pendidikan yaitu memebawa si anak kearah pertumbuhannya yang kemudian dengan sendirinya mengakui perbawa orang lain dan mau menjalankannya juga.
Jadi secara garis besar fungsi dari kewibawaan adalah:
1.         Mempengaruhi anak untuk menuju kekedewasaan
2.        Membantu anak menjadi orang yang kelak dapat dan sanggup memenuhi tugas hidupnya dengan berdiri sendiri
3.        Membawa anak kearah pertumbuhan yang kemudian dengan sendirinya mengakui wibawa orang lain dan mau menjalankannya juga
4.        Anak akan mengerti bahasa untuk menerima petunjuk-petunjuk tentang apa yang diperbolehkan dan apa yang tidak diperbolehkan oleh pendidik
5.        Membuat sianak mendapatkan nilai-nilai dan norma-norma hidup.
6.          Pendidik dapat menjalankan kewajibannya atas dasar cinta.
7.           Perputaran masyarakat menjadi baik
8.        Anak-anak akan berkembang jasmani dan rohaninya.
9.        Keluarga dapat terpelihara dan selamat.
D.        Kewibawaan dan Penggunaannya
Kewibawaan pendidikan yang dimaksud adalah yang menolong dan memimpin anak ke arah kedewasaan atau kemandirian. Oleh karena itu, penggunaan kewibawaan oleh guru dan tenaga kependidikan lainnya perlu didasarkan pada faktor-faktor berikut ini:
1.        Dalam menggunakan kewibawaan hendaklah didasarkan atas perkembangan anak sebagai pribadi. Pendidik atau guru hendaklah mengabdi kepada pertumbuhan anak yang belum selesai perkembangannya. Dengan kebijaksanaan pendidik, anak dibawa ke arah kesanggupan menggunakan tenaganya dan pembawaanya yang tepat. Wibawa pendidikan itu bukan bertugas memerintah, melainkan mengamat-amati serta memperhatikan dan menyesuaikannya kepada perkembangan dan kepribadian masing-masing anak.
2.        Pendidik hendaklah memberi kesempatan kepada anak untuk bertindak atau berinisiatif sendiri. Kesempatan atau keleluasaan itu hendaknya makin lama makin diperluas, sesuai dengan perkembangan dan bertambahnya usia anak. Anak harus diberi kesempatan cukup untuk melatih diri untuk bersikap patuh, karena si anak dapat bersikap tidak patuh. Jadi. Dengan wibawa itu hendaklah pendidik berangsu-angsur mengundurkan diri sehingga akhienya tidak diperlukan lagi. Mendidik anak berarti mendidik untuk dapat berdiri sendiri (mandiri).
3.        Pendidik hendaknya menjalankan kewibawaannya atas dasar cinta kepada anak. Ini berarti berbuat sesuatu untuk kepentingan si anak, bukannya memerintah atau melarang untuk kepentingannya sendiri. Cinta itu perlu bagi pekerjaan mendidik, sebab dari cinta dan kasih sayang itulah timbul kesanggupan selalu bersedia berkorban untuk sang anak, selalu memperhatikan kebahagiaan anak yang sejati.
E.        Kewibawaan dalam pendidikan
1.        Kewibawaan dan pelaksanaan Kewibawaan dalam keluarga, terutama dimaksudkan untuk melaksanakan berputarnya roda masyarakat kecil. Kewibawaan dalam keluarga ialah untuk membawa si anak ke kedewasaan. Bila tidak ada Kewibawaan, si anak tidak akan dapat mencapai kedewasaannya, tahu norma-norma dan bersedia menyesuaikan hidupnya dengan norma-norma itu, dengan wibawa itu pendidik hendak membawa anak agar mengetahui, memiliki dan hidup sesuai dengan norma-norma.
2.        Pelaksanaan Kewibawaan dalam pendidikan harus bersandarkan perwujudan norma dalam diri si pendidik. Oleh karena itu wibawa dan pelaksaannya mempunyai tujuan membawa anak ketingkat kedewasaan, yaitu mengenal dan hidup yang sesuai dengan norma-norma itu sendiri.
F.        Kewibawaan dan identifikasi
Tujuan wibawa pendidikan adalah berusaha membawa anak ke arah kedewasaannya.Ini berarti secara beangsur-angsur anak dapat mengenal nilai-nilai hidup atau norma-norma dan menyesuaikan diri dengan norma-norma itu dalam hidupnya.Bagaimana norma-norma dan nilai identifikasi nilai hidup itu diterima dan dimiliki anak?Syarat mutlak dalam pendidikan adalah adanya kewibawaan pada pendidik. Tanpa kewibawaan, pendidik tidak akan berhasil baik.
Dalam melakukan kewibawaan sipendidik mempersatukan dirinya dengan yang dididik, juga yang dididik mempersatukan dirinya terhadap pendidiknya. Identifikasi mengandung arti bahwa:
1.        Si pendidik mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan dan kebahagiaan si anak. Ia berbuat untuk anak, karena anak belum dapat berbuat sendiri. Ia memilih untuknya, jadi untuk anaknya itulah ia mengambil tanggung jawab yang semestinya menjadi tanggung jawab si anak sendiri. Jadi sipendidik akan mewakili kata hati anak didiknya untuk sementara. Sipendidik memilih, mempertimbangkan dan memutuskan untuk anak didiknya. Hal demikian dapat dipertanggung jawabkan, dan memang perlu selama si anak belum dapat memilih, mempertimbangkan dan mengambil keputusan untuk dirinya. Tetapi lambat laun campur tangan orang tua atau pendidik harus makin berkurang.
2.        Si anak mengidentifikasikan dirinya terhadap pendidiknya. Identifikasi anak sebagai makhluk yang sedang tumbuh tentu saja berlain-lain menurut perkembangan umurnya, menurut pengalamannya.
Ada dua cara mengidentifikasi oleh anak:
1.        Ia dapat sama sekali melenyapkan dirinya menurut sempurna, tidak menentang perintah dan larangan dilakukan secara pasif saja. Bahayanya adalah di dalam diri anak tidak tumbuh kesadaran akan norma-norma, sehingga ia tidak akan mungkin sampai pada tingkatan ”Penentuan Sendiri”.
2.        Karena ikatan dengan sang pemegang wibawa (pendidik) terlalu kuat-erat, sehingga merintangi perkembangan “AKU” anak itu. Tetapi ikatan yang sangat erat itu dapat menimbulkan usaha yang sangat aktif untuk mencapai persamaan dengan pendidiknya, berbuat sesuai dengan yang diharapkan dari pendidiknya, atau si anak ingin menjadi sang pemegang “wibawa” itu.
Anak yang menurut dapat memberikan gambaran seakan-akan kita mencapai hasil baik dalam pendidikan.  Akan tetapi harus diingat bahwa si anak harus kita didik tidak saja dengan hak, melainkan dengan kewajiban membawa dirinya ke suatu tingkatan untuk dapat makin mandiri.
Identifikasi si anak terhadap orang tua atau pendidik lambat laun harus dilepaskan dari sifat perseorangan dan harus ditujukan kepada norma-normanya.
Identifikasi pada diri seorang anak mulanya tertuju kepada diri pribadi pendidiknya, kemudian tertuju kepada nilai-nilai dan norma-normanya. Kelak ia lebih melepaskan diri lagi dari pendidiknya dan lebih lagi menunjukkan dirinya kepada nilai dan norma-norma itu. Jelas bahwa fungsi kewibawaan dalam pendidikan ialah membuat si anak mendapatkan nilai-nilai dan norma-norma hidup.
G.        Beda gezag dalam pendidikan
Perbedaan antara kewibawaan orang tua dan kewibawaan guru atau pendidik-pendidik lainnya terhadap anak didik

1.        Kewibawaan orang tua
a.        kewibawaan pendidikan
Ini berarti bahwa dengan kewibawaan itu orang tua bertujuan memelihara kesalamatan anak-anaknya agar mereka dapat hidup dan selanjutnya berkembang jasmani dan rohaninya menjadi manusia dewasa.
b.        Kewibawaan keluarga
Orang tua merupakan kepala dari suatu keluarga, tiap-tiap keluarga merupakan masyarakat kecil yang sudah tentu dalam masyarakat itu harus ada peraturan yang ahrus dipatuhi dan dijalankan. Tiap-tiap anggota keluarga harus patuh kepada peraturan-peraturan yang berlaku dalam keluarga itu. Dengan demikian, orang tua sebagai kepala keluarga dan dalam kekeluargaannya mempunyai kewajiban terhadap anggota keluarganya. Kewibawaan orang tua itu bertujuan untuk pemeliharaan dan keselamatan keluarga itu.
2.        Kewibawaan guru atau pendidiklainya
a.        Kewibawaan pendidikan
Guru atau pendidik telah diserahi sebagian dari tugas orang rua untuk mendidik anak-anak, selain itu, guru atau pendidik juga menerima sebagian tugas dari pemerintah yang mengangkat mereka.
b.        Kewibawaan memerintah
Selain memiliki kewibawaanpendidikan, guru atau pendidik juga mempunyai kewibawaan memerintah. Mereka telah diberi kekuasaan oleh pemerintah atau instansi yang mengangkat mereka Kekuasaan tersebut meliputi pimpinan kelas, disanalah anak-anak telah diserahkan kepadanya.


BAB III
PENUTUP
Simpulan
Gezag merupakan syarat yang harus ada pada pendidik dan karena pendidikan untuk membawa anak didik kepada kekedewasaan, maka kewibawaan itu termasuk alat pendidikan.
Langeveld  menyatakan bahwa pendidikan yang sungguh-sungguh baru dapat diberikan setelah anak itu mengenal akan kewibawaan, kira-kira anak berumur tiga tahun.
Sebelum umur tiga tahun anak seperti diberi semacam paksaan atau dressuur, tetapi paksaan yang diberikan kepada anak yang masih sangat kecil itu ditujukan kepada kekedewasaan anak, maka paksaan yang diberikan kepada anak yang  masih kecil sekali itu disebut pendidikan pendahuluan, bukan dressuur.

DAFTAR PUSTAKA

Agnida, Rizka, Ilmu Pendidikan, http://rizkaagnida.blogspot.com/2011/07/ilmu-pendidikan.html 24 September 2014
Al-Abrasyi, M. Athiyah, Dasar-Dasar Pendidikan, Jakarta:Bulan Bintang, 2001.
Ikhsanudin, Kewibawaan Gezag dalam Pendidikan, http://www.ikhsanudin.com/2009/06/kewibawaan-gezag-dalam-pendidikan.html 24 September 2014
Purwanto, Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Karya, 2000.
Yaqin, Ainul, Pendidikan Multikultural, Yogyakarya:Nuansa Aksara, 2005.
Yunus, Firdaus M., Pendidikan Berbasis Realita, Yogyakarta: Lagung Pustaka, 2004.