Selasa, 14 November 2017

MSI (KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA )

Di susun oleh:
Kelompok: I (Satu)
-Taupik Rahman
-Tajeli
-Safri

Lokal: A/9
Jurusan: PAI
Semester: I (Satu)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM RASYIDIYAH KHALIDIYAH AMUNTAI  TAHUN AKADEMIK 2017/2018

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

BAB II : PEMBAHASAN
A. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama Islam
B. Latar Belakang Perlunya Manusia Terhadap Agama

BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

Assalamu’alaikum wr.wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Kebutuhan Manusia Terhadap Agama meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak selaku Dosen mata kuliah Metodologi Studi Islam yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
 Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Pembahasan Tentang Kebutuhan Manusia Terhadap Agama. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
            Seperti makhluk-makhluk lainnya, manusia adalah ciptaan Allah, Manusia mempunyai dua fungsi sebagai makhluk individu dan sosial. Dalam fungsinya sebagai makhluk individu, manusia mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, misalnya pendidikan, kesehatan, kebahagian dan sebagainya, sedangkan secara sosial manusia memerankan fungsinya sebagai makluk sosial yang hidup dan berinteraksi dengan masyarakat.
Manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari sesuatu yang mampu menjawab segala pertanyaan yang ada dalam benaknya. Segala  keingintahuan itu menjadikan manusia gelisah dan mencari pelampiasan dengan timbulnya irrasionaltas. Munculnya pemujaan terhadap sesuatu yang tidak di ketahui. Rasa takut terhadap sesuatu itu menjadikan manusia beragama
.

BAB II
PEMBAHASAN

A. KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA
Pengertian agama dari segi bahasa dapat kita ikuti anatara lain uraian yang diberikan Harun Nasution . Menurutnya, dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata din ( دين ) dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa. Menurutnya, agama berasal dari kata Sanskrit. Menurut satu pendapat, demikian Harun Nasition mengatakan, kata itu tersusun dari dua kata, a = tidak dan gam = pergi, jadi agama artinya tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi secara turun-temurun. Selanjutnya din dalam kata sempit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukan, patuh, utang, balasan, dan kebiasaan. Pengertian ini juga sejalan dengan kandungan agama yang di dalamnya terdapat peraturan-peraturan yang merupakan hukum yang harus dipatuhi penganut agama yang bersangkutan.
Adapun kata religi berasal dari kata latin . Menurut satu pendapat, demikian Harun Nasution mengatakan, bahwa asal kata religi adalah relegere yang mengandung arti mengumpulkan dan membaca. Tetapi menurut pendapat lain, kata itu berasal dari kata religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dalam agama selanjutnnya terdapat pula ikatan antara roh manusia dengan Tuhan. dan agama lebih lanjut lagi memang mengikat manusia dengan Tuhan.
Dari beberapa  definisi tersebut, akhirnya Harun Nasution menyimpulkan bahwa intisari yang terkandung dalam istliah-istilah di atas ialah ikatan. Agama memang mengandung arti ikatan yang harus di pegang dan dipatuhi  manusia. Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Satu kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap oleh pacaindera.
Adapun pengertian agama dari segi istilah dapat di kemukakan sebagai berikut. Elizabet K. Nottingham dalam bukunya Agama dan Masyarakat berpendapat bahwa agama adalah gejala yang begitu sering terdapat di mana-mana sehingga sedikit membantu usaha-usaha kita untuk memuat abstraksi ilmiah. Lebih lanjut Nottingham mengatakan bahwa agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta. Agama telah menimbulkan khayalanya yang paling luas dan juga digunkan untuk membenarkan kekejaman orang yang luar biasa terhadap orang lain. Agama dapat membangkitkan kebahagiaan bathin yang paling sempurna dan juga perasaan takut dan ngeri.

Sementara itu durkheim mengatakan bahwa agama adalah pantulan dari solidaritas sosial. Bahkan , kalau dikaji, katanya , Tuhan itu sebenarnya adalah ciptaan masyarakat. Berkenaan dengan ini, Taufik Abdullah misalnya telah mengeritik pendapat Durkheim tentang agama sebagaimana di sebutkan di atas. Taufik Abdulah dalam hal ini mengatakan, pertama, ia (Durkheim)sampai pada kesimpulan tersebut karena ia hanya meneliti agama melalui tulisan-tulisan para pengembara misionaris dan kehidupan keagamaan pada suku-suku Aborijin di Australia yang di anggapnya paling murni. Sedangkan pengeretian saya adalah pada agama yang bersifat universal. kedua, Durkheim terlalu sekular bagi selera saya. Demikian Taufik Abdullah menilai. Selanjutnya karena demikian banyaknya definisi tentang agama yang dikemukakan para ahli, Harun Nasution mengatakan bahwa dapat di beri definisi sebagai berikut:
1.) Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan ghaib yang harus dipatuhi.
2.) Pengakuan terhadap adanya kekuatan ghaib yang menguasai manusia.
4.) Kepercayaan pada suatu kekuatan ghaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
5.) Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari kekuatan ghaib.
6.) Pemujaan terhadap kekuatan ghaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam sekitar manusia.
7.) Ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.
Selanjutnya, Taib Thahir Abduk Mu’in mengemukakan defnisi agama sebagai suatu peraturan Tuhan yang  mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal untuk dengan kehendak dan pilihannya sendiri mengikuti peraturan tersebut, guna mencapai kebahagian hidupnya di dunia dan akhirat.

B. LATAR BELAKANG PERLUNYA MANUSIA TERHADAP AGAMA
Sekurang-kurangnya ada beberapa alasan yang melatar belakangi perlunya manusia terhadap agama, beberapa alasan tersebut secara singkat dapat kita kemukakan sebagai berikut.
Latar Belakang Fitrah Manusia
Dalam bukunya berjudul Perspktif Manusia dan Agama, Murthada Muthahahhari mengatakan, bahwa di saat berbicara tentang para nabi, Imam Ali as . Menyebutkan bahwa mereka di utus untuk mengingatkan manusia kepada perjanjian yang telah di ikat oleh fitrah mereka, yang kelak mereka akan di tuntut untnk memenuhinya. Perjanjian iu tidak tercatat di atas kertas, tidak pula di ucapkan oleh lidah, melainkan terukir dengan pena ciptaan Allah swt di permukaan kalbu dan lubuk fitrah manusia, dan diatas permukaan hati nurani serta di kedalaman perasaan bathiniah. Dalam konteks ini kita misalnya membaca ayat yang berbunyi.

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِدِّيْنِ حَنِىْفًا فِطْرَةَ اللهِ الَّتِى فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ( الروم: 30 )
Hadapkanlah ucapanmu dengan lurus kepada agama allah, tetapkan lah atas fitrah allah yang telah menciptakan manusia sesuai dengan fitrahnya ( QS Al-Rum, 30-30 ).
Adapun potensi fitrah beragama yang terdapat pada manusia tersebut dapat pula dianalisi dari istilah insan yang digunakan Alqur’an untuk menun jukkan manusia.
Mengaju pada informasi yang di berikan alqur’an, Musa As’ari sampai pada suatu kesimpulan, bahwa manusia insan adalah manusia yang menerima pelajaran dari Tuhan tentang apa yang tidak diketahui. Manusia insan secara kodrati sebagai ciptaan Tuhan yang sempurna bentuknya dibandingkan dengan ciptaan Tuhan lainnya sudah dilengkapi dengan kemampuan mengenal dan memahami kebenaran dan kebaikan yang terpancar dari ciptaan-Nya. Lebih lanjutya, Musa Asy’ari mengatakan bahwa pengertian manusia yang disebut insan, yang dalam Alqu’an dipakai untuk menunjukan lapangan kegiatan manusia yang amar luas adalah terletak pada kemampuan menggunakan akalnya dan mewujudkan pengetahuan konseptualnya dalam kehidupan yang konkret.
Kelemahan dan Kekurangan Manusia
Faktor lainnya yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah karena di samping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki kekurangan. Hal ini antara lain diungkapkan oleh kata al-nafs. Menurut Quraish Shihab, bahwa dalam pandangan alqur’an, nafs di ciptakan Allah dalam keadaan sempurna yang berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan. Pengertian nafs ini sama dengan yang terdapat daalm Kamus Umum Bahasa Indonesia yang antara lain menjelaskan bahwa nasf  adalah dorongan hati yang kuat untuk berbuat yang kurang baik.
Selanjutnya, Quraish Shihab mengatakan, walaupun Alqur’an menegaskan bahwa nafs bepotensi positif dan negatif, namun diperoleh pula isyarat bahwa pada hakikatnya potensi positif manusia lebih kuat daripada potensi negatifnya, hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat daripada daya tarik kebaikan. Sifat-sifat yang cenderung kepada  keburukan yang ada pada manusia itu antara lain berlaku zhalim(aniaya),suka melampaui batas,sombong dan sebagainya. Karena itu manusia di tuntut agar memelihara kesucian nafs, dan tidak mengotorinya. Untuk menjaga kesucian nafs ini manusia harus selalu medekatkan diri pada Tuhan dengan bimbingan agama, dan di sinilah letakya kebutuhan manusia terhadap agama.
3.Tantangan Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia dalam kehidupan senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan syaitan. Sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia secara sengaja berupa ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga, dan pikiran yang di manifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang di dalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan. Kita misalnya membaca ayat yang berbunyi,

اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا يُنْفِقُوْ نَ أَمْوَا لَهُمْ لِيَصُدُّوْا عَنْ سَبِيْلِ الله (الأنفال : 36)
Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk menghalangi(orang) dari jalan Allah. (QS Al-Anfal, 8:36)
Orang-orang kafir itu sengaja mengeleluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mereka gunakan agar orang mengikuti keinginannya. Berbagai bentuk budaya, hiburan, obat-obat terlarang dan lain sebagainya di buat dengan sengaja. Untuk itu, upaya mengatasi dn membentengi manusia adalah dengan mengajar mereka agar taat menjalankan agama.
Melalui uraian agak panjang lebar itu kita sampai pada kesimpulan, bahwa latar belakang perlunya manusia pada agama adalah karena dalam diri  manusia sudah terdapat potensi untuk beragama. Potensi beragama ini memerlukan pembinaan, pengarahan, pengembangan, dan seterusnya dengan cara mengenalkan agama kepadanya.

BAB III
PENUTUP
                          
A.  Kesimpulan
Agama sangat di perlukan oleh manusia sebagai pegangan hidup sehingga ilmu dapat menjadi bermakna. Agama adalah kepercayaan akan adanya Tuhan yang menurunkan wahyu kepada para nabi-Nya untuk umat manusia demi kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Namun, secara naluri manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di luar dirinya. Dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah, dan berbagai bencana. Mansuia mengeluh meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, dan tantangan manusia. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka kebutuhan manusia akan agama Tuhan yang benar lebih besar daripada kebutuhannya akan unsur-unsur pertama untuk menjaga hidupnya seperti air, makanan dan udara. Manusia beragama karena memerlukan petunjuk-petunjuk untuk kebahagian hidupnya di dunia dan akhirat
DAFTAR PUSTAKA
Nata,Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar