Selasa, 14 November 2017

MSI (METODOLOGI STUDI HADIST)

METODOLOGI STUDI HADIS

Disusun oleh :

Kelompok : 8

1. Muhammad Ikhsan
2. Muhammad Arifin
3. Muh Hafan Y

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
RASYIDIYAH KHALIDIYAH
AMUNTAI
2017

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Hadis atau yang disebut juga dengan sunnah, sebagai sumber ajaran islam yang berisi pernyataan, pengamalan, pengakuan, dan hal ihwal Nabi SAW yang beredar pada masa nabi Muhammad SAW hingga wafatnya, disepakati sebagai sumber ajaran islam setelah Alquran dan isinya menjadi hujjah (sumber otoritas) keagamaan. Oleh karena itu, umat islam pada masa Nabi Muhammad SAW dan pengikut jejaknya, menggunakan hadis sebagai hujah keagamaan yang diikuti dengan mengamalkan isinya.
Namun, keadaan hadis  Nabi Muhammad SAW dalam kesepakatan tersebut, tidaklah demikian keadaannya pasca masa Nabi Muhammad SAW.  hadis pasca masa Nabi Muhammad SAW telah berada dalam suatu kondisi yang mulai tidak seimbang dengan posisi Alquran , karena ia telah berada di tengah-tengah banyak faktor misalnya dalam periwayatan selain berlangsung secara lafal juga berlangsung secara makna, banyak pemalsuan hadis dan hadis merupakan sumber ajaran islam  di samping Alquran yang dibukukan dengan memakan waktu jauh lebih lama dari pembukuan Alquran. Dari banyak faktor diatas, maka kondisi hadis pasca masa Nabi Muhammad SAW sudah tidak seperti pada masa Nabi SAW, dan memiliki banyak peluang untuk diadakan penelitian dan pengkajian dalam banyak persoalan.   
B.   Rumusan Masalah
1.      Jelaskan kriteria keshahihan hadis?
2.      Apa yang diketahui tentang metode penelitian hadis?
3.      Apa tujuan dan manfaat dari  penelitian hadis?









PENGERTIAN HADIS

Pada garis besarnya pengertian hadis dapat dilihat melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan kebahasan (linguistik) dan pendekatan istilah  (terminologis).
Dilihat dari pendekatan kebahasan, hadis berasal dari kata bahasa Arab, yaitu dari kata hadatsa, yahdutsu, hadtsan, haditsan dengan pengertian yang bermacam-macam. Kata tersebut misalnya dapat berarti al-jadid min al-asy ya’  sesuatu yang baru, sebagai lawan dari kata al-qadim  yang artinya sesuatu yang sudah kuno atau klasik. Penggunaan kata  al-hadits  dalam arti demikian dapat kita jumpai pada ungkapan hadits al-bina dengan arti jadid al-bina artinya bangunan baru.
Selanjutnya kata  al-hadits dapat pula berarti al-qarib yang berarti menunjukkan pada waktu yang dekat atau waktu yang singkat. Untuk ini kita dapat melihat pada contoh hadist al-‘abd bi al-islam yang berarti orang yang baru masuk islam.
Kata al-hadist kemudian dapat pula berarti al-khabar yang berarti  mayutahaddast bib wa yunqal , yaitu sesuatu yang di perbincangkan, dibicarakan atau di beritakan, dan dialihkan dari seseorang pada orang lain.
Dari ketiga arti kata al-hadist  tersebut, nampaknya yang banyak digunakan adalah pengertian ketiga, yaitu sesuatu yang diperbincangkan atau al-hadits dalam arti al-khabar.
Hadis dengan pengertian al-khabar  ini banyak dijumpai pemakaiannya di dalam Al Qur’an. Kita misalnya menjumpai ayat-ayat yang mengandung kata  al-hadist dalam arti al-khabar berikut ini.
Maka hendaklah mereka mendatangkan khabar (berita) yang serupa dengan  Al-Qur’an itu jika mereka mengaku orang-orang yang benar. (QS Al-Thur,52:34).
Berdasarkan informasi ayat-ayat tersebut di atas, kita dapat memperoleh suatu pengertian bahwa pengertian hadis dari segi bahasa lebih ditekankan pada arti berita atau khabar, sungguh pun kata tersebut dapat berarti sesuatu yang baru atau sesuatu yang menunjukkan waktu yang dekat.
Selanjutnya, hadis dilihat dari segi pengertian istilah dijumpai pendapat yang berbeda-beda. Hal ini antara lain disebabkan karena perbedaan cara pandang yang di gunakan oleh masing-masing dalam meliahat suatu masalah. Para ulama ahli hadis misalnya berpendapat bahwa hadis adalah ucapan, perbuatan dan keadaan Nabi Muhammad Saw. Sementara ulama ahli hadis lainnya seperti  Al-Thiby berpendapat bahwa hadis bukan hanya perkataan, perbuatan, dan ketetapan Rasulullah Saw, akan tetapi termasuk perkataan, perbuatan, dan ketetapan para sahabat dan tabi’in. Berita yang berasal dari nabi mereka sebut hadis marfu’ berita yang berasal dari sahabat mereka sebut hadis mauquf  dan berita yang berasal dari tab’in mereka sebut hadis maqtu.

B.MODEL PENELITIAN HADIS
Sebagaimana halnya Alqur’an, Al-Hadis pun telah banyak diteliti, oleh para ahli, bahkan       dapat dikatakan penelitian terhadap Al-Hadis lebih banyak  kemungkinannya dibandingkan penelitian terhadap Alqur’an. Hal ini antara lain dilihat dari segi datangnya Alqur’an dan Hadis berbeda.
Demikianlah berbagai penilitian yang diberikan para ahli mengenai kelebihan dan kekurangan yang terdapat pada masing-masing kitab tersebut. Hal ini hendaknya semakin menyadarkan kepada kita, Bahwa betapapun hebatnya penelitian tersebut tetap memiliki kelemahan, disamping kelebihannya masing-masing, Yang jelas mereka adalah  peneliti-peneliti  awal dibidang hadis. Peneliti hadis berikutnya dapat diikuti pada uraian berikut ini.
Model H.M.Quraish Shihab
Model Musthafa Al-Siba’iy
Model Muhammad Al-Ghazali
Model Zain Al-Din’Abd Al-Rahim bin Al-Husain Al-Iraqiy
Model Penelitian Lainnya

Berdasarkan pada hasil-hasil penelitian tersebut, maka kini ilmu hadis tumbuh menjadi salah satu disiplin ilmu keislaman. Penelitian hadis tampak masih terbuka  luas terutama jika dikaitkan dengan permasalahan aktual dewasa ini. Penelitian terhadap kualitas hadis yang dipakai dalam berbagai kitab misalnya belum banyak dilakukan. Demikian pula penelitian hadis-hadis yang ada hubungannya dengan berbagai masalah aktual tampak masih terbuka luas. Berbagai pendekatan dalam memahami hadis juga belum banyak digunakan. Misalnya pendekatan sosiologis, paedagogis, antropologis, ekonomi, politik, filosofis, tampaknya belum banyak digunakan oleh para peneliti hadis sebelumnya. Akibat dari keadaan demikian, nampak bahwa pemahaman masyarakat terhadap hadis pada umumnya masih bersifat parsial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar