Selasa, 14 November 2017

MSI (METODOLOGI STUDI TASAWUF)


METODOLOGI STUDI TASAWUF

Disusun Oleh Kelompok 11 :
Hidayat
Fajar Asshidiqi



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
RASYIDIYAH  KHALIDIYAH
TAHUN 2017

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tasawuf merupakan salah satu bidang studi islam yang memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia yang selanjutnya dapat menimbulkan akhlak mulia. Tasawuf mulai mendapat perhatian dan dituntut peranannya untuk terlibat secara aktif dalam mengatasi masalah-masalah keduniawiaan. Manusia cenderung melakukan sesuatu atas dasarkebebasan. Sehingga ia semena-mena dan acuh tak acuh terhadap akibat yang ditimbulkan oleh perbuatannya. Tasawuf memiliki potensi dan otoritas yang tinggi dalam menangani masalah ini. Tasawuf secara intensif memberikan pendekatan-pendekatan agar manusia selalu merasakan kehadiran tuhan dalam kesehariannya. Kehadirannya berupaya untuk mengatasi krisis akhlak yang terjadi di masyarakat islam di masa lalu.
Islam sebagai agama yang bersifat universal dan mencakup berbagai jawaban atas berbagai kebutuhan manusia, selain menghendaki kebersihan lahiriah juga menghendaki kebersihan batiniah, lantaran penilaian yang sesungguhnya dalam islam diberikan pada aspek batinnya. Hal ini misalnya terlihat pada salah satu syarat diterimanya amal ibadah, yaitu harus disertai niat.
Tasawuf merupakan aliran dalam islam yang lebih mengutamakan soal-soal keperibadatan dalam rangka mendekatkan diri pada tuhan. Menurut ajaran tasawuf manusia hidup di dunia ini hanyalah untuk melaksanakan peribadatan pada Allah dan berusaha mendekatkan diri padanya. Kecenderungan untuk dekat dengan Tuhan pada hakikatnya sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk yang membutuhkan ketenangan dan kebahagiaa, baik jasmani maupun rohani.
Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dengan Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran, bahwa manusia sedang berada dihadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontak komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara bahwa manusia perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan berbentuk Ijtihad (bersatu) dengan Tuhan.

Untuk mengakaji lebih dalam lagi tentang metodelogi, tujuan dan manfaat dalam ilmu tasawuf. Maka disusunlah makalah yang berjudul metode, tujuan dan manfaat dalam studi tasawuf.

1.2 Rumusan Masalah
Apa pengertian Tasawuf ?
Bagaimana model penelitian Tasawuf ?
Apa saja manfaat mempelajari Tasawuf?
Apa tujuan Tasawuf?
1.3 Tujuan
Mengetahui apa pengertian Tasawuf.
Mengetahui model penelitian Tasawuf.
Mengetahui apa manfaat Tasawuf.
Mengetahui apa tujuan Tasawuf.










BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Tasawuf
Dari kebahasaan (linguistic) terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubungkan orang dengan tasawuf. Harun Nasution menyebutkan lima istilah yang berhubungan dengan tasawuf, yaitu
Al-Suffah (ahl al-suffah) yaitu orang yang ikut pindah dengan nabi dari mekkah ke madinah.
Saf, yaitu barisan yang dijumpai dalam melaksanakan shalat berjama’ah.
Sufi, yaitu bersih dan suci.
Sophos, (bahasa yunani: hukmah)
Suf, ( kain wol kasar) 
Jika diperhatikan dengan saksama, Nampak kelima istilah tersebut bertemakan tentang sifat-sifat dan keadaan yang terpuji, kesederhanaan dan kedekatan dengan tuhan. Kata ahl al-suffah misalnya menggambarkan keadaan orang yang mencurahkan jiwa raganya, harta benda dan lainnya sebagai hanya untuk Allah, mereka rela meninggalkan kampung halamannya, rumah,kekayaan,harta benda, dan sebagainya yang ada di mekkah untuk ditinggalkan karena ikut hijrah bersama nabi ke Madinah. Tanpa ada unsur iman dan keinginan untuk mendekatkan diri kepada Allah, tidak mungkin hal demikian mereka lakukan. Selanjutnya, kata saf juga menggambarkan keadaan orang yang selalu berada di barisan depan dalam beribadah kepada Allah dan melakukan amal kebajikan lainnya. Demikian pula kata sufi yang artinya bersih, suci, dan murni menggambarkan orang yang selalu memelihara dirinya dari perbuatan dosa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-nya, selanjutnya kata suf yang berarti kain wol kasar menggambarkan orang yang hidupnya sederhana, tidak mengutamakan kepentingan dunia, tidak mau diperbudak oleh harta yang dapat menjerumuskan dirinya dan membawa ia lupa akan tujuan hidupnya yakni beribadah kepada Allah, demikian pula kata Sophos yang berarti kata hikmah juga menggambarkan keadaan orang yang jiwanya senantiasa cenderung kepada kebenaran.
Dengan demikian, dari segi kebahasaan, tasawuf menggambarkan keadaan yang berorientasi pada kesucian jiwa, mengutamakan panggilan Allah SWT, berpola hidup sederhana, mengutamakan kebenaran dan rela berkorban demi tujuan yang lebih mulia di sisi Allah SWT. Sedangkan mistisme adalah islam yang diberi nama tasawuf dan oleh kaum orientalis barat disebut sufisme.
Tasawuf merupakan salah satu bidang studi islam yang memusatkan perhatian pada pemberian aspek rohani manusia, yang selanjutnya dapat menimbulkan akhlak yang mulia. Dalam tasawuf seseorang dibina secara intensif tentang cara-cara merasakan kehadiran tuhan dalam dirinya. 
Pendapat lain menyatakan bahwa tasawuf berasal dari bahasa yunani kuno yang telah di arabkan, theo-shafie artinya ilmu ketuhanan, kemudian diarabkan dan diucapkan dengan lidah orang arab sehingga berubah menjadi tasawuf. Tasawuf merupakan suatu ilmu pengetahuan. Tasawuf atau mistisme adalah jalan bagi seorang muslim agar dapat sedekat mungkin dengan Allah SWT. Sedangkan menurut syekh Muhammad Amien al-Khusry, tasawuf adalah ilmu yang dengannya diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa.
Tasawuf mengupas tata cara menyucikan hati, mendekatkan diri kepada Allah dan merasakan kehadirat Allah dalam kehidupan sehari-hari. Tasawuf sekarang menjadi kebutuhan orang modern untuk memenuhi salah satu kebutuhannya yang hilang yaitu spritualisme, dan tasawuf merupakan ajaran tentang kehidupan rohani dalam islam. Tasawuf sebagai ajaran tentang kehidupan rohani itu timbul dalam sejarah, yang diawali dengan timbulnya para zahid.
Model Penelitian Tasawuf
Sejalan dengan fungsi dan peran tasawuf yang demikian itu, maka dikalangan para ahli telah timbul upaya untuk melakukan penelitian Tasawuf. Berbagai bentuk penelitian tasawuf secara ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut:
Model Sayyed Husein Nasr
Sayyed Husein Nasr selama ini dikenal sebagai ilmuwan muslim kenamaan di abad modern yang amat produktif dalam melahirkan berbagai karya ilmiah. Perhatiannya terhadap perkembangan studi islam demikian besar, termasuk kedalam bidang tasawuf. Hasil penelitiannya dalam bidang tasawuf ia sajikan dalam bukunya yang berjudul Tasawuf dulu dan sekarang yang diterjemahkan oleh Abdul Hadi WM dan diterbitkan oleh Pustaka Firdaus, Jakarta tahun 1985. Di dalam buku tersebut disajikan hasil penelitiannya di bidang Tasawuf dengan menggunakan pendekatan tematik. Yaitu pendekatan yang mencoba menyajikan ajaran tasawuf sesuai dengan tema-tema tertentu. Diantaranya uraian tentang fungsi tasawuf , yaitu tasawuf dan pengutuhan manusia. Didalamnya dinyatakan bahwa tasawuf merupakan sarana untuk menjalin hubungan yang intens dengan tuhan dalam upaya mencapai keutuhan manusia. Selanjutnya dikemukakan pula tentang tingkatan-tingkatan kerohanian dalam tasawuf, manusia di alam kelanggengan ditengah perubahan yang Nampak. Setelaah itu dikemukakan pula perkembangan tasawuf yang terjadi pada abad ketujuh dan mazhab ibn arabi, serta islam dan pertemuan agama-agama. Selanjutnya dikemukakan tentang problema lingkungan dalam cahaya tasawuf, penaklukan alam dan ajaran islam tentang pengetahuan timur. Dari uraian tersebut terlihat bahwa model penelitian tasawuf yang diajukan Husein Nasr adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan tematik yang berdasarkan pada studi kritis terhadap ajaran tasawuf yang pernah berkembang dalam sejarah.
Model Mustafa Zahri
Mustafa Zahri memusatkan perhatiannya pada tasawuf  dengan menulis buku yang berjudul kunci memahami ilmu tasawuf  diterbitkan oleh bina ilmu, Surabaya, tahun 1995. Penelitiannya yang dilakukannya bersifat eksploratif, yakni menggali ajaran tasawuf dari berbagai literature ilmu tasawuf. Dalam buku yang berjumlah 26 bab tersebut, disajikan tentang kerohaniannya yang didalamnya dimuat tentang contoh kehidupan nabi Muhammad saw, kunci mengenal tuhan, sendi kekuatan batin, fungsi kerohanian dalam menentramkan batin, tarekat dari segi arti dan tujuannya. Selanjutnya dikemukakan tentang membuka tabir (hijab) yang membatasi diri dengan tuhan, zikrullah, istighfar dan bertaubat, doa, waliyullah, keramat, mengenal diri sebagai cara untuk mengenal tuhan, makna laila illa allah, hakikat pengertian tasawuf, catatan sejarah perkembangan tasawuf dan ajaran tentang ma’rifat.
Penelitian yang dilakukannya bersifat eksploratif, yaitu menggali ajaran tasawuf dari berbagai literature ilmu tasawuf. Penelitian tersebut menekankan pada ajaran yang terdapat dalam tasawuf berdasarkan literature yang ditulis oleh para ulama terdahulu serta dengan mencari sandaran pada Al-Qur’an.

Model Kautsar Azhari Noor
Kautsar Azhari Noor selaku dosen pada Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam rangka penulisan disertasinya memusatkan perhatian pada penelitian di bidang tasawuf. Judul penelitiannya adalah Ibn Arabi: Wahdat al-Wujud dalam perdebatan, dan telah diterbitkan oleh paramadina, Jakarta, tahun 1995. Dengan judul tersebut, terlihat bahwa penelitian yang ditempuh Kautsar adalah studi tentang tokoh dengan pahamnya yang khas, yang dalam hal Ibn Arabi dengan pahamnya Wahdat al-wujud.
Penelitian ini cukup menarik, karena dilihat dari segi paham yang dibawakannya, yaitu Wahdat al-Wujud telah menimbulkan kontroversi di kalangan para ulama, karena paham tersebut dinilai membawa paham reinkarnasi, atau paham serba tuhan, yakni tuhan menjelma dalam berbagai ciptaannya, sehingga dapat mengganggu keberadaan dzat tuhan. Wahdat al-Wujud yang berarti kesatuan wujud adalah lanjutan dari paham hulul. Ibn Arabi yang nama lengkapnya Muhy al-Din Ibn Arabi lahir di Murcia, spanyol pada tahun 1165 M.
Paham wahdat al-Wujud ini timbul dari paham bahwa Allah sebagaimana diterangkan dalam uraian tentang hulul, ingin melihat dirinya diluar dirinya. Oleh karena itu dijadikannya alam ini. Maka alam ini merupakan cermin bagi Allah. Dikala ia ingin melihat dirinya, ia melihat kepada alam. Pada benda-benda yang ada dalam alam, karena dalam tiap-tiap benda itu terdapat sifat tuhan. Tuhan melihat dirinya. Dari sini timbullah paham kesatuan. Yang ada dalam alam ini kelihatan banyak, tetapi sebenarnya itu satu. Tak ubahnya hal ini sebagai orang yang melihat dirinya dalam beberapa cermin yang diletakkan di sekelilingnya.
Didalam tiap cermin ia lihat dirinya, dalam cermin itu dirinya kelihatan banyak, tetapi dirinya sebenarnya satu. Inilah yang menimbulkan perdebatan yang menghebohkan, karena dapat membawa paham seolah-olah paham ada dimana-mana, menyatu dengan benda-benda alam, padahal yang sesungguhnya bukanlah demikian. Tuhan tetap satu, yang banyak itu hanyalah sifat tuhan, bukan zatnya. Dengan demikian mereka yang mengira Ibn Arabi membawa banyak tuhan,tidaklah tepat, tuhandalam arti zatnya tetap satu, namun sifatnya banyak. Sifat tuhan yang banyak itupun dalam arti kualitas atau mutunya berbeda dengan sifat yang dimiliki manusia. Tuhan misalnya, maha mengetahui, dan pengetahuannya itu meliputi segala sesuatu dan tidak terbatas, sedangkan sifat manusia tidak mencakup segala hal, dan sifatnya amat terbatas.
Penelitian yang ditempuh Kautsar adalah studi tentang tokoh dengan pahamnya yang khas, Ibn Arabi dengan pahamnya WahdatAl-Wujud

Model Harun Nasution
Harun Nasution, guru besar dalam bidsng Teologi dan Filsafat Islam juga menaruh perhatian terhadap penelitiannya di bidang tasawuf. Hasil penelitiannya dalam bidang tasawuf ia tuangkan antara lain dalam bukunya berjudul filsafat dan mistisme dalam islam, yang diterbitkan dalam oleh bulan bintang, Jakarta, terbitan pertama tahun 1973.
Penelitian yang dilakukan Harun Nasution pada bidang tasawuf ini mengambil pendekatan tematik, yakni penyajian ajaran tasawuf disajikan dalam tema jalan untuk dekat pada tuhan, zuhud dan station-station lain, al mahabbah, al-ma’rifah, al-fana’ dan al-baqa, al-ittihad, al-hulul, dan wahdat al-wujud. Pada setiap topic tersebut selain dijelaskan tentang isi ajaran dari tiap topik tersebut dengan data-data yang didasarkan pada literature kepustakaan, juga dilengkapi dengan tokoh yang memperkenalkannya. Selain itu Harun Nasution mengemukakan latar belakang sejarah timbulnya paham tasawuf dalam islam.
Penelitian yang menggunakan pendekatan tematik tersebut terasa lebih menarik karena langsung menuju pada persoalan tasawuf. Dibandingkan dengan pendekatan yang bersifat tokoh. Penelitian tersebut sepenuhnya bersifat deskriptif eksploratif, yakni menggambarkan ajaran sebagaimana danya dengan mengemukakan dengan sedemikian rupa, walaupun hanya garis besarnya saja. Dengan penelitian seperti ini peneliti mengemukakan apa adanya dengan sedikit melakukan perbandingan antara satu ajaran dengan ajaran tasawuf lainnya, namun hal ini pun bukan ditujukan untuk mencari kelebihan dan kekurangan dari ajaran-ajaran tersebut, tetapi sekedar untuk memperjelas ajaran tersebut. Hal ini biasanya dilakukan dalam suatu penelitian deskriptif, karena tidak ada problema atau teori tertentu yang akan diuji kebenarannya.
Harun Nasution, guru besar dalam teologi dan filsafat islam juga menaruh perhatiannya terhadap penelitian dalam bidang tasawuf. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan tematik

Model A.J.Arberry
Arberry, salah seorang peneliti barat kenamaan banyak melakukan studi keislaman, termasuk penelitian dalam bidang tasawuf. Dalam bukunya yang berjudul pasang surut aliran tasawuf, Arberry mencoba menggunakan pendekatan kombinasi, yaitu antara pendekatan tematik, dengan pendekatan tokoh. Dengan pendekatan demikian ia coba kemukakan tentang firman tuhan, kehidupan nabi, para zahid, para sufi, para ahli tasawuf, struktur teori tasawuf, struktur teori danamalan tasawuf, tarikat sufi, teosofi dalam aliran tasawuf serta runtuhnya aliran tasawuf.
Dari isi penelitian tersebut, Nampak bahwa Arberry menggunakan analisa kesejarahan, yakni berbagai tema tersebut dipahami berdasarkan konteks sejarahnya, dan tidak dilakukan proses aktualisasi nilai atau mentrasformasikan ajaran-ajaran tersebut kedalam makna kehidupan modern yang lebih luas. Jika penelitian-penelitian tersebut diatas bersifat penelitian deskriptif, maka sebelumnya telah terdapat penelitian pemula dalam bidang tasawuf, seperti yang dilakukan olehAbi al-Qasim Abd al-Karim Hawaran al-Qusyairy al-Naisabury dalam karyanya yang berjudul al-Risalah al-Qusyairiyyah fi ‘ilm al tasawuf, yang ditahkik oleh Ma’ruf Zarin dan Ali Abd al-Hamid Balthaji, diterbitkan oleh Dar al-Khair, tanpa tahun.
Dengan berdasarkan pada ayat-ayat al-Qur’an, al-Hadis dan pendapat para ulama al-Qusyairy dalam bukunya itu antara lain menyajikan asal-usul tauhidmenurut para kaum sufi, yaitu ma’rifatullah dan sifat-sifatnya,keimanan,rezki,kekufuran,al-arsy dan kebenaran Allah SWT. Berbagai istilah dalam tasawuf seperti al-waqt, al-maqam al-hal, al-qabd dan al-basth, al-haibah, al-uns,al-wujud,al-jam’u dan al farq, al-iana, al-baqa, al-ghibah, al-hudlur, al-mukasyafah, al-syariat wa al-hakikah, al-nafs, al-ruh dan al-sirr, penjelasan tentang maqamat, al-ahwal dan al-karamat, pengetahuan tasawuf.
Penelitian demikian dilakukan pula oleh Imam al-Ghazali dalam kitabnya ihya’Ulum al-Din jilid III. Didalam kitab tersebut antara lain dikemukakan tentang kitab keajaiban hati, kitab cara melatih dan mendidik jiwa, kitab cara mengendalikan syahwat, kitab sifat-sifat lalai pada manusia, kitab yang mencela perbuatan sifat pemarah, iri dan dengki, kitab yang mencela cinta pada dunia, kitab yang mencela pada perbuatan kikir dan mencintai harta, kitab yang mencela sikap gagah dan pamer, kitab yang mencela sifat sombong dan tinggi diri, serta kitab yang mencela perbuatan menipu. Kitab ini cukup dikenal di kalangan pesantren, dan telah mewarnai kehidupan para santri sedemikian rupa, sehingga akhlak para sanri pada umumnya menjadi baik, patuh dan tunduk kepada tuhan.
Penelitian yang digunakan adalah analisis kesejarahan, yaitu berbagai tema tersebut dipahaami berdasarkan konteks sejarah dan tidak dianalisis dalam konteks modern.
Manfaat Mempelajari Tasawuf
Manfaat mempelajari  tasawwuf ialah membersihkan hati agar sampai kepada ma’rifat akan terhadap Allah Ta’ala sebagai ma’rifat yang sempurna untuk keselamatan di akhirat dan mendapat keridhaan Allah Ta’ala dan mendapatkan kebahagiaan abadi.

Terdapat beberapa kegunaan dalam mempelajari ilmu tasawuf. Manfaatnya ialah sebagai berikut.
a.       Seseorang yang mempelajari ilmu kebatinan bisa membersihkan hatinya.
b.      Seseorang akan memiliki sikap nan baik dan berjiwa dermawan.
c.       Hati seseorang akan menjadi tenang dan damai.
d.      Dapat mengetahui alam yang gaib, yaitu alam yang tak dapat diketahui dengan mata telanjang dan hanya mata batin yang dapat melihatnya.
e.       Seseorang akan memilki sifat budi pekerti yang baik dengan sesama.
f.       Menguatkan kesucikan batin bermusyahadah dengan Allah.
g.      Penghubung antara ilmu tasawuf dengan aspek batin manusia seperti hubungan Fiqh dengan aspek lahiriyah manusia.
h.      Sebagai pembersih dan pensuci hati dan jiwa.
Ibn 'Ajibah juga berkata : "Hasil mempelajari tasawuf adalah untuk melepaskan diri daripada runtunan hawa nafsu, memelihara hati daripada sifat keji dan berakhlak dengan akhlak yang mulia.
Tujuan Mempelajari Tasawuf
Tasawuf adalah tuntunan manusia untuk mengenal Tuhan atau ma’rifat billah dan melalui tasawuf ini pula manusia dapat melangkah sesuai dengan dengan tuntunan yang paling baik dan benar dengan yang indah dan akidah yang kuat. Oleh karena itu, bagi orang-orang yang mutashawwifin tidak ada tujuan lain dalam bertaqarub kepada Allah melalui thariqah atau dalam jalan tasawuf ini kecuali hanyalah bertujuan untuk mencapai “ma’rifah billah” (mengenal Allah) dengan sebenar-benarnya dan tersingkapnya dinding yang membatasi diri dengan Allah. Bagi orang-orang mutashawwifi dalam mendekatkan diri kepada Allah selalu dilandasi semangat beribadah dengan tujuan untuk mencapai kesempurnaan hidup dan ma’rifatullah.
Secara garis besar tujuan tasawuf adalah ma’rifatullah (mengenal Allah secara mutlak dan lebih jelas. Tasawuf memiliki tujuan yang baik yaitu kebersihan diri dan taqarrub kepada Allah. Namun taswuf tidak boleh melanggar apa-apa yang telah secara jelas diatur oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah, baik dalam aqidah, pemahaman ataupun tata cara yang dilakukan.
Adapun yang dimaksud dengan tujuan mencapai kesempurnaan hidup dan ma’rifatullah dalam pandangan tasawuf adalah sebagai berikut:
1)      Ma’rifah billah
Ma’rifah  billah adalah melihat Tuhan dengan hati mereka secara jelas dan nyata dengan segala kenikmatan dan kebesaran-Nya, tapi tidak kaifiat. Sayyid Abi Bakar al-Makki menjelaskan bahwa ma’rifah  kepada Allah merupakan suatu cahaya yang telah dipancarkan Allah di hati hamba-Nya, sehingga dengan cahaya tersebut hamba Allah tadi bisa melihat rahasia-rahasia kerajaan Allah di bumi dan di langit, mengamati sifat kekuasaan dan kekuatan Tuhan.
Istilah lain sebagai ganti kata ma’rifah adalah ru’yah, musyahadah dan liqa’. Ru’yah ini bisa diperoleh sesudah kassaf yaitu sesudah terbukanya dinding yang selalu menyelimuti antara abd (hamba) dengan Khaliq (pencipta).
Inti dari ma’rifah adalah pemberian Tuhan pada hati yang bersih dan dapat menghilangkan tabir yang memisahkan antara makhluk dan Khalik.  Ma’rifah billah tetap bisa dicapai oleh seseorang bila sudah menjalanka syari’at dan membersihkan jiwanya dari segala maksiat. Bagi para mutashawwifin, ma’rifah billah ini adalah tujuan utama dan merupakan kenikmatan yang paling tinggi. Seperti yang telah dikatakan oleh Imam Al-Ghazali bahwa “kelezatan mengenal Tuhan dan melihat keindahan ke-Tuhan-an dan melihat rahasia-rahasia ke-Tuhan-an adalah lebih lezat dari derajat kepemimpinan yang merupakan puncak dari kelezatan yang ada pada makhluk”.
Ma’rifah billah selain merupakan kenikmatan yang besar bagi kaum mutashawwifin juga menyebabkan adanya sifat malu dan mengagungkan Tuhan sebagaimana Tauhid yang menyebabkan ridha dan menyerahkan diri kepada Allah.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ma’rifah billah dicapai dengan adanya cahaya yang dianugerahkan Allah ke dalam hati yang bersih sesudah hamba itu terlepas dari belenggu nafsu dan maksiat dan tidak dicapai oleh panca indra.
2)      Insan Kamil
Tujuan tasawuf berikutnya ialah  tercapainya martabat dan derajat kesempurnaan (insan kamil). Manusia yang sudah mengenal dirinya sendiri, keberadaannya akan memiliki sifat-sifat utama. Insan kamil dalam pandangan para mutashawwifin artinya sangat beragam. Diantaranya Iqbal dan Al Ghazali berpendapat sama bahwa al-kamil yaitu manusia yang telah memperoleh maqam yang terdekat di sisi Allah. Namun keduanya berbeda dalam tekanan akhlak.
Menurut Iqbal derajat insan kamil dapat dicapai dengan menumbuhkan sifat-sifat Tuhan pada diri manusia. Maka semakin sempurna mewujudkan sifat-sifat Allah pada dirinya, semakin membaik pribadinya dan makin kuat himmahnya. Sedangkan menurut al-Ghazali tekanannya pada harapan yang penuh untuk memperoleh rahmat Allah dengan dapat mencapai ma’rifah billah melalui latihan bertingkat yang disebut muraqabah dan muhasabah setelah menyingkirkan hal-hal yang membinasakan dan menjalankan hal-hal yang menyelamatkan. Dengan kata lain, mencapai ma’rifah billah lewat pensucian diri dari segala dosa dan menekunkan diri dengan ibadah. Jadi dapat disimpulkan bahwa insan kamil adalah manusia yang berjiwa sempurna yang dekat dengan Allah, ia sudah dianggap layak untuk memberi petunjuk dan menyempurnakan hamba Allah.
Tujuan tasawuf yang terpenting adalah agar berada sedekat mungkin dengan al-Haqq. Namun apabila diperhatikan karakteristik tasawuf secara umum, terdapat 3 sasaran tujuan tasawuf, yaitu:
1)      Tasawuf menekankan pembinaan aspek moralitas yang tinggi sebagaimana yang dikehendaki oleh Rasul. Sebagai contoh sebagaimana seseorang ketika mendapatkan musibah dia bisa sabar dan bahkan dia bisa bersyukur terhadap musibah yang menimpanya., karena yang diterimanya adalah musibah yang kecil bukan musibah besar.
2)      Tasawuf ‘irfani yakni tasawuf yang bertujuan agar bisa ma’rifat kepada Allah melalui penyingkapan langsung yang sering disebut kasf al-hijab. Sebagai contoh, seorang yang sholat supaya bisa liqa’ ila Allah, dia harus bisa khusyu’ melalui mujahadah dan akhirnya bisa musyahadah ila Allah dengan penglihatan spiritual.
3)      Tasawuf yang bertujuan untuk membahas bagaimana sistem pengenalan dan pendekatan diri kepada al-Haqq secara mistis filosofi, pengkajian garis hubungan antara hamba dengan al-Haqq dan makna hubungan itu. Sebagai contoh tentang hamba bisa menyatu  dengan al-Haqq apabila dia sudah menghilangkan sifat kemanusiaan dan muncul sifat ketuhanan.
Makna dekat dengan Allah dapat diketahui melalui tiga simbolis yakni dekat dalam arti melihat al-Haqq dan merasakan kehadiran-Nya dalam hati, dekat denga al-Haqq sehingga terjadi penyatuan antara keduanya dalam iradat-Nya. Dalam uraian singkat tentang tujuan tasawuf terdapat keragaman dalam tujuan tasawuf, yaitu:
  Penyerahan diri sepenuhnya kepada kehendak mutlak al-Haqq karena Allah-lah penggerak utama dari semua kejadian alam ini.
  Pelepasan secara total semua keinginan pribadi dan melepas diri dari sifat-sifat jelek yang berkenaan dengan kehidupan duniawi.
  Peniadaan kesadaran diri serta pemusatan diri pada perenungan terhadap al-Haqq semata, tiada yang dicari melainkan Allah.

BAB III
PENUTUP
Simpulan
Tasawuf menggambarkan keadaan yang berorientasi kepada kesucian jiwa, mengutamakan panggilan-panggilan Allah SWT.  Berpola hidup sederhana, mengutamakan kebenaran dan rela berkorban demi tujuan yang lebih mulia disisi Allah SWT. Dan Tasawuf merupakan salah satu bidang studi islam yang memusatkan perhatian pada pemberian aspek rohani manusia, yang selanjutnya dapat menimbulkan akhlak yang lebih mulia.
Model penelitian yang diajukan oleh Sayyed Husein Nasr adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan tematik, yang berdasarkan studi kritis terhadap ajaran tasawuf yang pernah berkembang dalam sejarah.
Model penelitian yang diajukan oleh Mustafa Zahri adalah penelitian yang dilakukannya bersifat eksploratif, yaitu menggali ajaran tasawuf dari berbagai literature ilmu tasawuf.
Model penelitian yang diajukan oleh Kautsar Azhari Noor adalah studi tentang tokoh dengan pahamnya yang khas, ibn arabi dengan pahamnya Wadat Al-Wujud.
Model penelitian yang diajukan oleh Harun Nasution adalah pendekatan tematik.
Model penelitian yang diajukan oleh AJ.Arberry adalah Analisis kesejarahan, yaitu berbagai tema tersebut dipahami berdasarkan konteks sejarah dan tidak dianalisis dalam konteks kehidupan modern.
Manfaat mempelajari  tasawwuf ialah membersihkan hati agar sampai kepada ma’rifat akan terhadap Allah Ta’ala sebagai ma’rifat yang sempurna untuk keselamatan di akhirat dan mendapat keridhaan Allah Ta’ala dan mendapatkan kebahagiaan abadi.
Secara garis besar tujuan tasawuf adalah ma’rifatullah (mengenal Allah secara mutlak dan lebih jelas. Tasawuf memiliki tujuan yang baik yaitu kebersihan diri dan taqarrub kepada Allah. Namun taswuf tidak boleh melanggar apa-apa yang telah secara jelas diatur oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah, baik dalam aqidah, pemahaman ataupun tata cara yang dilakukan.














DAFTAR PUSTAKA
Khoiriyah. Memahami Studi Islam. Yogyakarta : Teras. 2013
Kodir, Koko Abdul. Metodologi Studi Islam. Bandung: Pustaka Setia. 2014
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. 1999
Abuddin,Nata. (1998). Metodologi Studi Islam. Jakarta:Rajawali press.
Hakim Atang dan Mubarak Abd. Jaih. (2000). Metodologi Stadi Islam. Bandung:  PT. Remaja Rosdakarya.
Moh.Toriquddin. (2008). Sekularitas Tasawuf . Malang: UIN-Malang Press.
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006).
Rosihon Anwar. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Siregar, A. Rifa’i. (2002). Tasawuf dari Sufisme Klasik Ke Neo Sufisme. Jakarta: Raja Grafindo Pesada.
Tamrin, Dahlan. (2010). Tasawuf Irfani. Malang: Uin Maliki Press.
Zahri, Mustafa. (1995). Kunci dalam Memahami Ilmu Tasawuf . Surabaya: Bina Ilmu.
http;//Brangkas Usaha  Model-Model Penelitian Tasawwuf.html http://abiturohmansyah.blogspot.com




1 komentar: